Wacana Manajemen Emisi Limbah Nuklir


Laporan Riset  Dr. Jan Hoesada, Komite Kerja KSAP

PENDAHULUAN

Pada berbagai SAK kelas-dunia terdapat PSAK AT yang mengandung isu (1) biaya pemretelan AT paska-tugas ( dismantling cost) yang harus diakuntansikan sejak awal perolehan AT , amat relevan bagi AT PLTN , ditambah (2) biaya operasional tahunan untuk manajemen-pengamanan emisi-limbah nuklir. FASB menerbitkan SFAS 143 untuk keperluan akuntansi ARO, sedang IAS Board menerbitkan IAS 37  untuk pengaturan provisi tentang ARO. Liabilitas ARO di akui dan di ukur pada saat  perolehan, pembuatan, konstruksi atau pendirian PLTN, pabrik komputer beremisi limbah radio-aktif , pangkalan rudal, lokasi pengeboran minyak dan gas dan berbagai fasilitas lain.

Pada tahun 2023, sebesar 1,3 Juta ton limbah-nuklir PLTN Fukushima di lepas ke laut-bebas nan-dalam dengan izin IAEA – PBB.

Hanindita Basmatulhana, 2022, menyajikan artikel berjudul 7 Penyebab Kerusakan Laut, Apa Saja?, sumber Detikpedia cq detikedu, antara lain mengungkapkan sebagai berikut.


Kerusakan laut adalah perubahan yang terjadi secara langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik atau hayati laut yang melampaui kriteria baku kerusakan laut. Kriteria baku kerusakan laut merupakan ukuran batas perubahan sifat fisik atau hayati lingkungan laut yang dapat diteanggung alam dan umat manusia, sebagaimana dilansir dari buku Perlindungan Pesisir Pengendalian Pencemaran dan Teknik Remediasi karya Sarwoko Mangkoedihardjo. Kriteria baku kerusakan laut ditetapkan sesuai dengan kondisi fisik ekosistem laut, yakni terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Penyebab Kerusakan Laut antara lain  adalah merusak terumbu karang, membuang sampah dan limbah cair  ke laut, kerusakan akibat pertambangan dan pemukiman, perburuan menggunakan bahan peledak dan racun, penggundulan hutan dan hutan bakau terkait Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999.

dmi, 2023, menyajikan makalah berjudul Jepang Buang Limbah Nuklir ke Laut, Perairan Indonesia Aman?, sumber CNN Indonesia, antara lain mengungkapkan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap kondisi laut Indonesia tidak akan terpengaruh  pembuangan limbah nuklir Fukushima.  Profesor riset di Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif BRIN Djarot Sulistio Wisnubroto membandingkannya dengan insiden kebocoran Reaktor Fukushima pada 2011. Usai kejadian, berdasarkan hasil pantau para ahli, ia menyebut tak ditemukan dampak signifikan di perairan RI, padahal saat kecelakaan tersebut banyak radioaktif yang terlepas ke laut. Ia menjelaskan limbah nuklir yang terbawa dengan air dan dibuang di laut itu, merupakan air olahan yang mengandung zat radioaktif tritium dalam konsentrasi rendah, sehingga tidak berefek negatif bagi biota laut maupun manusia. Selain itu, Djarot memprediksi arus laut yang berasal dari Fukushima akan lebih mengarah ke timur dari pada ke Selatan atau ke arah Indonesia. Namun, arus laut tersebut setelah sekian lama , ada kemungkinan ke Selatan. Jepang melepas air terolah tersebut selama 30 tahun, jadi sangat perlahan. Bersamaan dengan itu tritium juga akan meluruh (waktu paruh tritium 12,5 tahun, artinya dalam jangka waktu tersebut konsentrasi tritium tinggal separuhnya), jadi kalau sampai perairan Indonesia maka kadarnya sudah bisa diabaikan. Limbah nuklir itu akan terbawa arus ke arah Timur dan bakal berdampak di perairan Amerika, namun sampai saat ini tidak ada protes keras dari pemerintah Amerika Serikat. Selengkapnya…