STRATEGI AKSELERASI PEREKONOMIAN MELALUI KEBIJAKAN PAJAK
Oleh Jan Hoesada
Strategi perpajakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi, bukan sekadar untuk mengisi pendapatan APBN, makin ramai diterapkan oleh berbagai bangsa maju. Negara negara terbelakang perekonomian, menghadapi risiko defisit APBN, makin tidak mampu bersaing dalam pembangunan berbasis kebijakan pajak dengan negara maju.
STRATEGI PAJAK BANGSA BANGSA
Deflasi Jepang, Jerman dan berbagai negara maju menyebabkan penurunan permintaan. Jepang menerapkan suku bunga negatif atas deposito. Kenaikan inflasi Jepang meningkatkan permintaan. Bila kondisi AS memburuk, ekspor negara Asia menurun.
Bila ekspor Asia menurun, pertumbuhan ekonomi Asia menurun. Isu SARS, HIV, AID dan berbagai penyakit menular membuat resesi ekonomi. Dunia selebihnya berharap bisa menikmati pemotongan tarif Bea Masuk dan subsidi di pasaran negara-negara Eropa, Jepang dan Amerika Serikat.
Trend pajak global kelihatannya basis pajak bergeser ke basis-konsumsi ketimbang pajak kekayaan. Artinya, pajak penghasilan akan dibayar saat pembayar pajak membelanjakan uangnya. Konsep ini menyebabkan dihapusnya pajak atas dividen, pajak yang dahulu digunakan untuk mendorong re-investasi. Sekarang, Amerika malah menganggap bahwa pajak atas deviden dalam bentuk apapun, harus dihapus karena sudah ada pajak penghasilan perusahaan.
Trend global dalam rangka mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang lain, adalah perang terhadap pajak atas tabungan dan investasi. Pajak atas penghasilan dari investasi yang dipungut dua kali – dalam bentuk pajak perusahaan dan pajak atas deviden sebagai pajak penghasilan terhadap pemegang saham – akan ditelaah lagi. Dengan begitu, pajak penghasilan orang pribadi cukup dipungut sekali saja pada saat konsumsi. Hal inilah yang kini terlihat menjadi kiat utama dalam memperbesar pertumbuhan ekonomi dan daya saing negara-negara maju.
Apabila anggaran pendapatan dan belanja suatu negara makmur sudah bisa melepaskan diri secara relatif dari ketergantungannya pada pajak, maka selanjutnya pajak akan digunakan sebagai sarana pemicu pertumbuhan ekonomi bangsa. Berbagai negara berupaya meningkatkan investasi dengan menurunkan tarif pajak penghasilan dan tarif bunga, untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Berbagai bangsa memerangi pajak penjualan dan pajak pertambahan nilai (value added tax), agar mampu meningkatkan daya saing bangsanya, memerluas kesempatan kerja, mendorong belanja konsumsi apabila pendapatan penduduknya meningkat. Konsumsi meningkat karena kepercayaan konsumen meningkat bila terjadi penurunan tarif pajak penghasilan dan inflasi.
Menutup defisit anggaran dengan menaikan tarif pajak adalah kebijakan naif dan berbahaya. Negara dengan tarif pajak penghasilan yang tinggi tetap menghadapi kesulitan menarik penanaman modal asing. Diluar perpajakan, aturan repatriasi laba dan aturan pesangon PHK yang memberatkan investasi dapat membuat sepi investasi asing.
Bila serikat buruh tidak kompromistis, pemerintah sulit mengatur perburuhan dan membuka lapangan kerja. Perekonomian lebih cepat tumbuh bila tuntutan serikat buruh rasional.
Stimulus ekonomi berupa penurunan tarif pajak terutama UKM, pembebasan pajak atas dividen akan mengurangi pengangguran dan pendapatan APBN, pada umumnya ditentang ekonom. Para ekonom selalu mengritisi kebijakan pajak yang menguntungkan golongan kaya. Kehatihatian terhadap situasi bisnis biasanya menggangu pengembangan perekonomian.
Sebagai pendorong semangat investasi, berbagai bangsa menerapkan pembebasan pajak atas dividen digantikan pajak penghasilan perusahaan, perubahan sistem pemungutan pajak orang pribadi, peningkatan tarif penyusutan aktiva tetap investasi tahun pertama untuk melindungi dan mendorong kinerja investor, restrukturisasi pajak penghasilan dari luar negeri dan memperbesar pembebasan pajak atas bunga deposito mendorong gairah menabung. Penyusutan aktiva tetap tahun pertama sebesar 30% atau lebih akan mendorong investasi baru dan memperluas lapangan kerja. Terjadi trend global, bahwa tiap negara berupaya melakukan penyederhanaan sistem pajaknya.
Upaya menekan defisit APBN melalui program akselerasi pemulihan ekonomi dilakukan dengan meningkatkan investasi individu dan perusahaan, dan meningkatkan lapangan kerja, memberi bantuan bagi pengangguran dan keringanan pembelian barang modal bagi usaha kecil dan menengah, menurunkan belanja militer.
Sebaliknya dari negara-negara maju, pola kebijakan pajak yang membelenggu pertumbuhan ekonomi kelihatannya tetap terjadi pada negara-negara miskin, terbelakang Negara berkembang: mengisi pendapatan APBN dengan menggenjot sektor pajak habis-habisan, memamerkan mati-akalnya birokrasi dalam mengisi kas negara. Indonesia adalah termasuk negara yang berurusan dengan lingkaran setan GDP growth vs pajak ini. Pada modernisasi sistem perekonomian yang transparan dan adil, pemerintah mendorong privatisasi badan-badan usaha milik negara. Bila cadangan migas habis dalam satu dua sekade kedepan, APBN Republik Indonesia makin mengandalkan pajak dan bantuan LN.
Bila Rupiah menguat, maka kinerja ekspor dan cadangan devisa akan terganggu. Bila lapangan kerja Penguatan Rupiah menyebabkan angsuran hutang luar negeri akan menjadi lebih ringan. Impor bahan baku untuk industri yang melayani pasar domestik juga akan menerima dampak dari penurunan harga pokok dan harga jual. Penerimaan hotel dan restoran amat dipengaruhi oleh pasang surut turis di Bali, Danau Toba dan tempat wisata lainnya.
Pemerintah daerah otonom sebagian masih kurang mahir ekonomi pajak diramalkan masih akan menggenjot pajak dan berbagai pungutan daerah sepanjang tahun 2016. Hal ini bisa menyebabkan disinsentif bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi di wilayah yang bersangkutan. Dalam jangka panjang hal ini justru akan menekan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Tugas Dirjen Pajak bersama para ekonom sepanjang 2016 diramalkan ditambah dengan tugas membangun kesadaran pemerintah daerah melalui workshop, roadshow dan panduan-panduan pembentukan pajak daerah dan pungutan resmi yang tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Sebagai negara agraris, curah hujan dan kemarau panjang jelas berpengaruh langsung pada panen, daya beli petani dan sektor agribis lain yang menyebabkan kelesuan di sektor
riil dan jasa sehingga akan mengakibatkan turunnya penerimaan pajak dan turunnya IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan). Dalam desain kebijakan pajak, selalu terjadi korelasi kuat antara PDB dan pajak. Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak makin perlu dikaji bersama Deperindag dan Depkeu agar pengaturan kebijakan/fasilitas pajak selanjutnya lebih mengakomodasi pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor industri andalan. Indonesia juga harus melakukan reformasi perpajakan transaksi online.
Tahun 2016 /2017 menjadi tahun pengampunan pajak atau tax amnesty NKRI, yang bertujuan
- Menjadi sarana pelatihan nasional untuk menjadi warga negara cq WP yang baik dengan deklarasi kekayaan belum dilaporkan, melaksanakan hukum kepemilikan dengan balik nama, mendorong kejujuran masyarakat dan rasa cinta tanah air.
- Repatriasi modal kembali ke NKRI akan memerkuat perekonomian nasional karena berdampak
- Meningkatkan investasi. Sepanjang 3 tahun harus diinvestasi DN
- Memberi lapangan kerja, mengurangi pengangguran
- Meningkatkan kualitas investasi. Bentuk investasi pada surat berharga sesuai kebijakan eknomi & moneter
- Meningkatkan likuiditas NKRI
- Penguatan mata uang Rupiah
- Penurunan suku bunga
- Membangkitkan kesadaran globalisasi, teknologi informasi, transaparansi global, kerjasama perpajakan antar negara (tax treaty) dan kesia-siaan penyembunyian harta di LN.
Pada tahun 2016, industri kerajinan kreatif diramalkan perlu mendapat fasilitas pajak lanjutan. Deposito atau tabungan, pendirian usaha baru dan tax holiday akan diakselerasi kembali, PTKP mungkin akan ditimbang ulang dalam konteks beban keluarga dengan memasukkan unsur biaya pengobatan, BBM, listrik, biaya pendidikan tinggi dan uang kuliah yang amat berat. Aturan perpajakan berkaitan dengan transaksi-transaksi imbal dagang mungkin juga masih dapat disederhanakan.
Kondisi perekonomian Indonesia akan terpengaruh demam Pemilu dan Pemilukada, sangat tergantung pada kemampuan TNI-POLRI dalam meredam gejolak sosial, berpengaruh langsung pada penerimaan pajak 2016.
KESIMPULAN
Pada tatanan ekonomi dunia yang baru, trend pajak global bergeser ke basis-basis pajak konsumsi ketimbang pajak kekayaan. Pajak lebih banyak dikenakan berkaitan dengan transaksi. Dengan demikian pajak penghasilan dibayar saat pembayar pajak membelanjakan uangnya. Menteri Keuangan yang baru dapat menggelar hampiran ini.
Negara maju secara agresif mengejar pertumbuhan ekonomi dengan paket-paket kebijakan pajak. Sementara itu tarif PPh dan PPN Indonesia terpaksa belum dapat diturunkan karena kepentingan APBN. Di masa depan, dua jenis pajak tersebut mungkin perlu ditelaah kembali untuk mengakselerasi pertumbuhan PDB NKRI. Di balik berbagai kendalanya, secara umum peraturan-peraturan pajak terbaru yang pro-ekonomi, telah diupayakan sedapat-dapatnya dan rasanya sudah cukup memuaskan. Namun demikian, ada banyak perubahan yang perlu dilakukan agar sistem perpajakan dan ekonomi bisa menjadi tempat yang lebih baik bagi investor, lokal maupun asing. Kesadaran aspek ekonomi dikalangan pembuat peraturan pajak, merupakan rahmat Tuhan bagi bangsa ini.
Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak berbasis properti, warisan dan strategi pengampunan pajak jangan sampai ditafsir sebagai keputusasaan atau gelap mata pemerintah dalam menanggulangi defisit APBN.