INFORMASI ANGGARAN PADA LAPORAN KEUANGAN


Dituturkan Dr Jan Hoesada

PENDAHULUAN

Pertanggungjawaban kabinet di depan DPR terutama adalah pertanggungjawaban realisasi APBN, sehingga LRA adalah primadona dalam deretan komponen LK Pemerintahan NKRI. Tujuan ber APBN adalah untuk (1) realokasi & pembentukan  SD bangsa, untuk (2) meng-optimalisasi stabilitas & pertumbuhan perekonomian cq pertumbuhan PDB dan pendapatan perkapita, sambil (3) menghapus senjang kemiskinan/kemakmuran  cq ketidak-seimbangan pendapatan regional, pendapatan perkapita dan kekayaan penduduk, melalui (4) kebijakan perpajakan propembangunan, (5) pembentukan iklim kondusif yang mendorong etos-kerja, etos-pendidikan rumah-tangga, mendorong gairah simpanan/investasi publik berkewirausahaan, (6) APBN mengeksploitasi /mengoptimalisasi endowment, terutama SDA dan sumberdaya sosial, (7) membentuk etos kesatuan-bangsa (sense of unity) dan sektor-publik nan-sehat cq kelembagaan sektor publik dan BUMN untuk kesejahteraan bangsa, (8) APBN memelihara, membentuk dan meningkatkan kesejahteraan & daya-saing bangsa dalam dinamika perubahan lingkungan dunia antara lain perubahan-iklim dan perubahan teknologi & budaya-global.

Administrasi publik berdimensi kejujuran, ekonomi, efisiensi dan proporsional. Dimensi ekonomi antara lain menggunakan marginal utility theory diperkenalkan oleh Emil Sax (1887). Sumber Budget Theory in the Public Sector, dengan editor Aman Khan dan W.Bartley Hildreth , 2002,  antara lain mengungkapkan bahwa Teori Penganggaran Pemerintahan berkembang lambat, pada  era paska PD II penganggaran bersifat inkrementalis (yaitu tahun-lalu dengan perubahan sekadarnya), dengan tekanan penting stabilitas & pertumbuhan, hampiran dasar-ke atas ( bottom up) penganggaran mikro ( microbudgeting) sebagai realiasi kebijakan publik. Pada era kedua, sejak 1970 an menuju 1990 terjadi hampiran penganggaran makro ( macrobudgeting) menghindari bahaya-laten defisit APBN tetap saja dibayangi penganggaran-mikro, kebanyakan bertema APBN Seimbang, Kebijakan Reduksi Defisit APBN  dan Kebijakan Belanja Pilihan Kabinet sendiri. Era ketiga pada tahun 2000, ditandai kemunculan aktor APBN di ranah eksektuif dan legislatif, politik ber APBN bertema keseimbangan-kekuatan eksekuif vs legislatif diwarnai formalisasi prosedur penganggaran, perubahan mendasar norma/nilai penganggaran dan lingkup wawasan pandang pembuat kebijakan, munculnya tekanan penting akan kebijakan utama, sebuah era diwarnai reformasi dan perubahan sifat APBN , antara lain keterbukaan aspek politis, aspek defisit dan hampiran yang digunakan. Pada dunia nan-makin-turbulen, faham inkrementalis ( APBN & Realisasi Tahun Lalu sebagai basis, dengan sedikit perubahan) telha pudar sinarnya. Pada era 1970 an, APBN AS di dominasi para jenderal , diwarnai belanja perang Vietnam , menghasilkan stagflasi AS. Presiden Nixon mengendalikan inflasi dengan berbagai kebijakan imbalan kerja dan tingkat harga umum, menghadapi embargo migas ditambah perang-harga dengan negara-negara penghasil migas Arabia, diwariskan kepada Ford dan Carter, dan AS mengalami perubahan drastis APBN karena  liberalisasi, berbagai kebijakan perlindungan sosial terutama kesehatan/pengobatan dan perpajakan umumnya, belanja pajak ( tax expenditure) khususnya,menghasilkan defisit APBN , ditambah penggunaan hampiran peng-indeks-an  ( misalnya indeks konsumen) dalam tingkat inflasi digit-ganda. Pada era 1974, terjadi puncak frustasi DPR akan perilaku APBN presiden Nixon, sehingga muncul berbagai UU membatasi perilaku tersebut.Kemenangan Reagan terhadap Carter menyebabkan DPR akhirnya dikuasai Partai Republik , walau Partai Demokrat tetap optimis mampu menahan aksi kabinet melalui legislasi. Sejarah mencatat, APBN AS 1981 berhampiran penganggaran atas-bawah , bukan lagi hampiran bawah-atas. Hampiran atas-bawah (top down) penganggaran APBN pada semua negara di muka bumi, makin mendapat monentum tatkala Covid melanda dunia.

Penulis berpendapat bahwa (1) terdapat mata APBN , sesuai tujuan dan sifatnya, yang sebaiknya menggunakan hampiran inkremental atau mikro, sebagian lain menggunakan hampiran makro atau zero based,  (2) setiap mata APBN dan bentuk belanja  harus dipertanyakan, melalui studi obyektif dan mendalam, untuk mencari peluang perbaikan di masa depan, misalnya pola kesejahteraan-sosial berbasis BOS, Raskin, BPJS apakah masih dapat disempurnakan bahkan diganti pola/program lain, lalu membuka hati dan pikiran (3) pemerintah selalu melakukan patok-duga ( benchmarking) dengan APBN negara-negara lain, sebagai studi perbandingan,  dengan hampiran fragmatis bahwa (4) mata pendapatan dan mata belanja tertentu yang padat-KKN perlu dikelola secara amat-profesional, atau diganti mata anggaran lain, (5) sebagian mata anggaran sebaiknya dibentuk berhampiran bottom-up, sebagian mata-anggaran disusun bersama-sama bottom & up, sebagian sisanya harus berhampiran top-down, dengan warna (5) APBN Strategis berkesadaran perubahan eksternal nan-positif (APBN Berdaya-ubah) .

Basis APBN/D sebuah pemerintahan amat terkait dengan basis akuntansi pemerintahan. APBN berbasis akrual tidak praktis diterapkan apabila akuntansi kepemerintahan berbasis kas. APBN berbasis akrual berpeluang diterapkan oleh negara berakuntansi kepemerintahan berbasis akrual. Tak sampai 5 % pemerintahan dimuka bumi menggunakan APBN Berbasis Akrual, diperkirakan tak sampai 10 % pemerintahan berakuntansi akrual di mka bumi menerapkan APBN berbasis akrual. AS dan PBB tidak ber anggaran akrual.

Michael Cohn, 2020, menyajikan artikel berjudul Accrual accounting on the rise among governments worldwide  via https://www.accountingtoday.com/news/accrual-accounting-on-the-rise-among-governments-worldwide , mengutip sumber Chartered Certified Accountants  &  the International Federation of Accountants , menyatakan bahwa 75 % negara di muka bumi berakuntansi pemerintahan berbasis kas di muka bumi ,sehingga berguna untuk menggambarkan kondisi fiskal bangsa, pada tahun 2023 diramalkan APBN Berbasis Kas menyusut menjadi 35 % negara . Jumlah pemerintahan berakuntansi berbasis akrual pada tahun 2023 diramalkan sebanyak 65 % , menjadi lebih besar dibanding negara-negara ber APBN Berbasis Kas.

GCG merupakan prasyarat negara yang ingin ber APBN Berbasis Akrual. Dokumen FEE, 2003,vide sumber https://www.accountancyeurope.eu/wp-content/uploads/Adoption_of_accrual_accounting_and_budgeting_by_governments_030716_WEB1532005161540.pdf ,  menyatakan berbagai syarat akuntansi pemerintahan berbasis akrual, yaitu (1) gagasan berakuntansi akrual diterima/didukung pemerintah & masyarakat sepenuhnya, (2) ikatan profesi akuntan ikut berpartisipasi dalam pembangunan akuntansi kepemerintahan berbasis akrual, (3) pengembangan bersama SAK Kepemerintahan dari segala unsur / kelembagaan bangsa itu, (4) dukungan BPK dan BPKP, (5) pelatihan berakuntansi akrual bagi pelaku-akuntansi yang mencakupi pelatihan sistem akuntansi pemerintahan akrual berbasis SAK, pelatihan perubahan sistem kendali manajemen kepemerintahan, visi tentang penganggaran akrual yang dimotori Departemen Keuangan bangsa itu, (6) reformasi budaya akuntansi berbasis kas menjadi budaya akuntansi berbasis akrual, (7) kesiapan inspektorat, SPI, BPK dan BPKP melakukan audit LK berbasis akrual, (8) penciptaan iklim dan sistem anti-korupsi, (9) bingkai waktu dan jadwal perubahan basis akuntansi masuk-akal / realistis , bingkai waktu berbeda untuk tahap selanjutnya , yaitu pembangunan sistem APBN Berbasis Akrual berdasar sukses penerapan akuntansi berbasis akrual, (10) pembangunan sistem imbalan kerja para pegiat akuntansi dan auditing LK Berbasis Akrual berbasis indikator-kinerja yang baru, dan (11) hampiran akuntansi berbasixs akrual dinyatakan secara resmi oleh kabinet & DPR sebagai bagian agenda reformasi.

Dokumen United States General Accounting Office, tahun 2000, vide https://www.gao.gov/products/aimd-00-57  , tentang Accrual Budgeting menjelaskan bahwa sistem APBN Berbasis Akrual terkait pendapatan APBN , Beban dan Belanja Bukan Beban , yang berpengaruh pada arus-kas jangka panjang, antara lain adalah program pensiun PNS , rencana  pengadaan/pembangunan aset infrastruktur bertahun-jamak , pengetahuan jangka-panjang habisnya pendapatan APBN sumber-daya-alam tertentu, misalnya cadangan migas bangsa itu. APBN Berbasis Akrual menggelar dampak kebijakan APBN jangka panjang pada ekonomi-makro, moneter, mikro dan regional sehingga berbagai kebijakan-fiskal dibentuk pada tataran tersebut.

PBB membuat anggaran dua-tahunan. Tujuan ber anggaran akrual bervisi tahun-jamak membentuk garis-besar haluan negara melalui teknologi APBN , dimana tujuan akbar jangka-panjang secara otomatis menyelaraskan berbagai benturan-kepentingan para pemangku-kepentingan, antar departemen pemerintah, dan penyelarasan/dukungan berbagai APBD kepada APBN jangka panjang.

Selengkapnya