AKUNTANSI REVALUASI ASET PEMERINTAHAN
Pemikiran Dr. Jan Hoesada, KSAP.
PENDAHULUAN
Revaluasi aset tetap diwacanakan pada era pembuatan neraca awal akuntansi pemerintah PP 24/2005, berlanjut pada neraca awal penerapan PP 71/2010. Selanjutnya, pada akhir 2016 pemerintah pusat berniat melakukan revaluasi berkala atas aset tetap pemerintahan.
Pemerintah menanyakan tentang berbagai aspek rencana penerbitan peraturan tentang revaluasi aset tetap pemerintahan tersebut pada beberapa kali rapat KSAP bulan November dan Desember 2016. Diskusi tersebut mendorong kelahiran makalah ini.
Pada wacana korporasi, aspek revaluasi muncul sebagai Metode Revaluasian aset tetap dan aset tidak berwujud. Metode Biaya tidak perlu direvaluasi berkala terutama pada tanggal LK. Namun, pada IFRS/SAK dikenal pula standar khusus yang mengatur penurunan nilai aset (Impairment of Assets) sebagai pelengkap metode revaluasian dan metode biaya pada akuntansi aset tetap.
Pada wacana kombinasi bisnis dan kuasi reorganisasi, IFRS/SAK memperkenalkan teknologi revaluasi paripurna seluruh aset dan seluruh liabilitas. Neraca revaluasian menggambarkan nilai wajar aset secara keseluruhan, termasuk piutang dan persediaan. Sisi liabilitas hasil revaluasi dapat bernilai lebih besar dari saldo liabilitas sebelum revaluasi, apabila dinilai dengan nilai kini terdiskonto. Hal itu berakibat aset dapat naik atau turun, liabilitas dapat naik atau turun, dan mengubah jumlah ekuitas neto naik atau turun.
Sejalan dengan Metode Biaya dalam IFRS/SAK, pada wacana akuntansi pemerintahan yang hanya mengizinkan metode biaya untuk aset tetap dan ATB, KSAP membatasi diri dalam pengembangan revaluasi aset tetap dan aset tidak berwujud.
Pendahuluan ini perlu mengingatkan bahwa revaluasi AT dan ATB berdampak meningkatkan nilai tercatat atau menurunkan nilai tercatat semula, yang juga berlaku pada pemerintahan.
WACANA REVALUASI
1. REVALUASI DAN PENURUNAN NILAI ASET
Revaluasi dapat berdampak meningkatkan nilai tercatat AT atau menurunkan nilai tercatat AT. Akuntansi penurunan nilai (impairment of assets) terdapat pada SAK, tidak terdapat pada SAP.
2. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PP 71 Lampiran 1 – SAP Akrual Paripurna – tentang SAP 07 Akuntansi Aset Tetap paragraf 59 menyatakan bahwa penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak di[perkenankan karena SAP menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.
CALK harus menjelaskan penyimpangan dari konsep biaya perolehan dalam penyajian aset tetap di neraca, CALK menjelaskan pengaruh atau dampak penyimpangan tersebut terhadap kondisi keuangan entitas LK pemerintahan. Selisih antara nilai revaluasian dengan nilai tercatat prarevaluasi di catat dalam pos ekuitas dengan judul Akumulasi Surplus Revaluasi AT (meminjam istilah paragraf 40 PSAK 16).
3. STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ATAU IFRS
PSAK 16 mengizinkan entitas LK memilih berakuntansi dengan Model Biaya atau Model Revaluasian.
PSAK 16 tidak menyebut bahwa ketentuan pemerintah berlaku secara nasional untuk revaluasi AT berlaku bagi Model Biaya dan/atau Model Revaluatian. Ketentuan pemerintah berlaku nasional misalnya adalah PMK 191/2015 yang mengatur bahwa revaluasi berlaku hanya untuk aset tetap yang berada di Indonesia, revaluasi kembali dapat dilakukan setelah 5 tahun revaluasi sebelumnya, revaluasi boleh sebagian aset tetap yang sejenis dan perbedaan nilai buku dengan nilai revaluasian di catat pada ekuitas LK WP dalam judul pos Selisih Lebih Penilaian Kembali Aset Tetap.
PSAK 16 menyatakan apabila entitas menggunakan Model Revaluasian, entitas boleh melakukan revaluasi kelompok demi kelompok aset tetap, tidak perlu seluruh aset tetap. Para 36 menyatakan; Jika suatu aset direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelas yang sama direvaluasi. Kelas aset tetap adalah pengelompokan aset berjenis atau bersifat sama dengan penggunaan/kegunaan serupa pada entitas tersebut, sesuai paragraf 37. Contoh kelas aset tetap adalah tanah; tanah dan bangunan; mesin ; kapal ; pesawat udara; kendaraan bermotor, perabotan dan peralatan kantor.
Suatu kelas aset sebaiknya direvaluasi secara bersamaan, atau secara bergantian (sekuensial?) sepanjang selesai secara lengkap dalam waktu singkat (?), sesuai paragraf 38.
Kenaikan nilai akibat revaluasi dicatat pada ekuitas, penurunan dicatat pada rugi laba, sesuai paragraf 39.
DSAK juga menerbitkan Buletin teknis 11 tahun 2016 untuk revaluasi dan dampak perpajakan revaluasi tersebut yang harus diakomodasi pelaku akuntansi komersial.
4. REVALUASI PARSIAL ATAU REVALUASI PARIPURNA SELURUH ASET TETAP
SAP tidak mengatur tentang akuntansi revaluasi AT. SAK mengizinkan revaluasi parsial, yaitu berdasar kelas aset tetap. Dengan demikian, PP atau PMK untuk revaluasi AT Pemerintahan dapat menggunakan analogi SAK tersebut.
Revaluasi parsial AT dan ATB sejalan dengan perkembangan IFRS/SAK tentang
- Aset tetap dapat dibagi menjadi bagian bagian AT, dan disusutkan masing masing dengan metode penyusutan dan umur ekonomis berbeda-beda, sesuai sifat/jenis bagian aset tersebut dan pola penggunaan.
- Metode penyusutan AT tak perlu tunggal, metode dipilih sesuai karakteristik AT tersebut dan pola penggunaan AT.
- Nilai residu AT habis susutan juga ditentukan secara spesifik, tak perlu seragam.
Sebagai misal, 200 Mobil Kijang tugas keliling sosialisasi dan pengawasan berumur ekonomis lebih pendek dan bernilai residu lebih rendah dibandingi 200 Mobil Kijang lain, yang digunakan hanya untuk antar jemput karyawan pemerintah.
5. PMK UNTUK REVALUASI ASET TETAP DALAM AKUNTANSI PERPAJAKAN WP
Ketentuan pemerintah berlaku nasional misalnya adalah PMK 191/2015 yang mengatur bahwa revaluasi berlaku hany auntuk aset tetap yang berada di Indonesia, revaluasi kembali dapat dilakukan setelah 5 tahun revaluasi sebelumnya, menurut SAK revaluasi boleh sebagian aset tetap yang sejenis dan perbedaan nilai buku dengan nilai revaluasian diwajibkan PMK tersebut untuk di catat pada ekuitas LK WP dalam judul pos Selisih Lebih Penilaian Kembali Aset Tetap. DSAK juga menerbitkan Buletin Teknis 11 tahun 2016 untuk revaluasi bagi entitas WP.
6. DAMPAK POSITIF REVALUASI ASET TETAP PEMERINTAH
- Dalam kasus perpindahan hak milik atas aset :
- Membantu pemerintah dan calon pembeli aset untuk menentukan harga jual
- Membantu pemerintah menjual untuk menerima harga kesepakatan sepanjang tidak berada di bawah nilai buku hasil revaluasi.
- Merupakan basis untuk barter/tukar guling aset antar entitas pemerintahan, dengan atau tanpa tambahan uang tunai.
- Merupakan basis reorganisasi atau restrukturisasi pemerintahan, peleburan dan pemekaran entitas pemerintahan.
- Menentukan nilai aset yang akan dihibahkan atau disumbangkan oleh negara.
- Dalam kasus pendanaan termasuk kredit :
- Pengamanan pendanaan dengan evaluasi obyektif nilai agunan berupa aset tetap pemerintah.
- Sebagai basis nilai aset yang diasuransikan.
- Menggambarkan ekuitas neto pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi daerah. Strategi manajemen keuangan pemerintahan, dengan perbaikan profil ekuitas yang meningkat akibat revaluasi aset tetap, diikuti dengan penerbitan/emisi surat berharga utang (obligasi) karena solvabilitas akibat kenaikan ekuitas pemerintah paska revaluasi aset tetap yang makin mantap.
- Sebagai basis ganti rugi terkait pada berbagai perjanjian, misalnya perjanjian sewa, hak pakai aset tetap, pada kasus kebakaran, kecelakaan, kehilangan atau bencana alam yang menyebabkan kerusakan aset tetap yang disewakan oleh pemerintah.
- Sebagai basis perpajakan tertentu, misalnya kewajiban perpajakan atas pelepasan aset tanah.
- Sebagai basis untuk harga pokok baru dari produk atau jasa pemerintahan seperti biaya KTP, pembuangan sampah, uang sekolah ditanggung Pemda karena perubahan beban penyusutan aset tetap setelah penilaian kembali.
- Big is powerful strategy, menampilkan keperkasaan aset paska revaluasi aset, high flyer strategy, untuk memikat mitra usaha pemerintah dan investor daerah agar mau bekerja sama dan berinvestasi.
- True picture strategy, menggambarkan nilai aset secara lebih obyektif, menggambarkan Laporan Operasional terkait beban penyusutan yang lebih realistis, sebuah strategi menginjak bumi nyata (down to earth strategy), bukan surplus palsu (terlampau besar). Memberi gambaran lebih baik untuk perencanaan investasi atau belanja modal berbasis harga kini.
- Dengan penilaian kembali, maka diharapkan terjadi perbaikan semangat memelihara aset secara lebih baik, karena ternyata nilainya sungguh besar. Manajemen aset menjadi makin serius, perang terhadap kapasitas menganggur (idle capacity war) menjadi makin relevan dalam pemerintahan, mengingat beban penyusutan paska penilaian kembali makin besar.
- Nisbah biaya SDM pemerintahan banding aset menurun, menyebabkan pola manajemen SDM yang berorientasi pada kualitas SDM, jumlah SDM dan imbalan SDM juga menjadi pantas dinaikkan setelah menyadari betapa besarnya aset yang dikelola.
- Menghapus moral hazard akibat nilai aset yang dipandang enteng karena jumlahnya kecil, karena tidak menggambarkan kemegahan nilai kini revaluasian.
- Laporan Operasional menggambarkan jauh lebih baik dan berbeda dibanding LRA, karena perubahan beban penyusutan atau amortisasi AT & ATB. LO akan menimbulkan kesadaran baru bahwa LO lah, bukan LRA, yang memberi gambaran lebih baik tentang beban tahun berjalan. Kesadaran biaya keseluruhan (overall cost concsious) meningkat 1000%, evaluasi kinerja menjadi lebih realistis. Pemerintah menjadi lebih konservatif dalam pengendalian biaya, beban dan rencana belanja modal mengganti Aset Tetap habis susutan dengan konsep replacement cost sesuai kondisi terakhir.
7. PERTIMBANGAN DAMPAK NEGATIF REVALUASI ASET ETAP PEMERINTAH.
- Laporan operasional menyajikan surplus pada era sebelum revaluasi, jangan jangan menyajikan defisit paska revaluasi, akibat peningkatan beban penyusutan AT.
- Biaya revaluasi dalam APBN harus dipertimbangkan, Manfaat revaluasi harus lebih besar dari biaya revaluasi.
8. PERTIMBANGAN KEBIJAKAN REVALUASI ASET TETAP DAN ASET TIDAK BERWUJUD
Pemerintah sebaiknya menerbitkan PP tentang revaluasi aset tetap dan aset tidak berwujud, ketimbang mengatur hanya revaluasi aset tetap.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Revaluasi parsial adalah lazim dalam berakuntansi komersial, dan dapat digunakan sebagai basis kebijakan revaluasi aset pemerintahan yang berdampak efektif dan efisien bagi APBN.
Revaluasi berkala dan berulang diatur secara amat bijaksana.
Kebijakan revaluasi sebaiknya dalam bentuk PP bagi seluruh kepemerintahan NKRI, mencakupi Pemerintah Daerah, bukan hanya Pemerintah Pusat NKRI. Bila tidak, PP menjelaskan alasannya.