AKUNTANSI HPL


feb 2015Dr. Jan Hoesada, CPA

PENDAHULUAN

UU Pokok Agraria mengatur Hak Menguasai (oleh) Negara, merupakan hak tertinggi atas tanah di wilayah NKRI. Menurut UUPA, Negara menguasai seluruh tanah wilayah NKRI tanpa perlu membuktikan dengan bukti Hak Milik, walau pihak swasta dapat menunjukkan bukti Hak Milik atas tanah.

Sesuai Pasal 1 (3) PP 24/1997, Tanah Negara adalah tanah (1) berdokumen kepemilikan atau hak lain oleh negara dan (2) tanah yang tidak berdokumen hukum sebagai tanah milik negara atau bukti dikuasai negara, mencakupi:

  • Tanah yang diserahkan kepada Negara oleh pemilik tanah
  • Tanah dengan hak yang berakhir masa berlaku hak tersebut, tidak diperpanjang
  • Tanah dengan hak, pemegang hak meninggal dunia tanpa akhli waris
  • Tanah diambil alih untuk kepentingan umum sesuai Perpres 65/2006.

Hak individu/perorangan vide Pasal 4 UUPA mencakupi Hak Atas Tanah, Tanah Wakaf, dan Hak Jaminan atas Tanah. Hak atas tanah mencakupi Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai, dan Hak Sewa. Hak Jaminan atas Tanah mencakupi Hak Tanggungan dan Hak Gadai.

 

TANAH NEGARA

Pada waktu HPL atas tanah negara diberikan kepada masyarakat, kepemilikan tanah negara berstatus HPL, tidak berubah. Tanah HPL tetap tanah negara, tidak dapat dimiliki masyarakat.

Hak bangsa Indonesia atas tanah tertuang pada Pasal 1 UUPA, diturunkan menjadi Hak Menguasai Tanah oleh Negara sesuai Pasal 2 UUPA, diturunkan kepada:

  • BPN sebagai Hak Pengelolaan
  • Masyarakat hukum adat sebagai Hak Masyarakat Hukum Adat, sesuai Pasal 3 UUPA
  • Hak Individu atau perseorangan sesuai Pasal 4 UUPA menjadi:
    1. Hak Atas Tanah, yaitu Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai, dan Hak Sewa
    2. Tanah Wakaf
    3. Hak Jaminan Atas Tanah
    4. Sebagian penguasaan tanah NKRI berbentuk aset tanah negara. Bila tanah dikuasai negara adalah aset tanah negara, akan tetap sebagai aset tanah negara pada saat pemerintah memberikan sebagian hak penggunaan dan hak penguasaan tersebut dalam bentuk Hak Pengelolaan.

Konversi Hak Penguasaan vide PP 8/1953 menjadi Hak Pengelolaan menggunakan dasar hukum Permen Agraria 9/1965 jo Permen Agraria 1/1966. Hak menguasai dari negara berlaku bagi pemerintah pusat dan bagi pemerintah daerah otonom.

Juni1Hak pengelolaan (HPL) diberikan kepada masyarakat melalui lembaga pemerintah nondepartemen, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bukti hukum hak pengelolaan adalah Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) Ketua BPN dan Sertifikat Tanah Hak Pengelolaan Kantor BPN wilayah setempat, bukan sertfikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Sampai saat ini, belum terdapat desentralisasi wewenang tersebut kepada pemerintah daerah sehingga BPN harus mempunyai Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kantor Wilayah BPN Kabupaten, dan Kantor Wilayah BPN Kota.

 

HAK ATAS TANAH

Hak Milik vide Pasal 20 UUPA adalah hak terkuat, terpenuh dan turun temurun. Pemegang Hak Milik dapat menjual, menjaminkan, menyewakan, menggunakan sebagai inbreng (setoran modal bentuk tanah), menghibahkan, menyerahkan kepada negara. Sesuai hukum dan hukum tata ruang pemerintahan, tanah hak milik dapat digunakan untuk konsumsi (rumah tinggal) atau komersial (tempat usaha, sarana usaha parkir, dll), untuk lahan pertanian atau bukan pertanian.

Hak Guna Bangunan vide Pasal 35-40 UUPA dan PP 40/1996 adalah Hak mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah bukan milik sendiri, atas persetujuan pemegang Hak Milik atau Hak Pengelolaan, sepanjang 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun. HGB berdasar akta PPAT untuk tanah bukan negara, atau Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH Pejabat) berwenang untuk tanah negara, lalu didaftar pada Kantor Pertanahan untuk memperoleh Sertifikat HGB dan Buku Tanah HGB. Pemilik HGB mengagunkan bangunan atau menjual bangunan seizin pemegang Hak Milik atas tanah sesuai Pasal 34 ayat (8) PP 40/1996.

Hak Guna Usaha diatur Pasal 28-34 UUPA adalah hak mengusahakan tanah yang dikuasai negara untuk 25-35 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun, untuk usaha pertanian/perkebunan, perikanan dan peternakan. Di dalamnya termaktub izin mendirikan bangunan.

Hak Pakai adalah hak menggunakan, memungut hasil penggunaan tanah, bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, di dalamnya termaktub hak mendirikan bangunan dan memetik manfaat atas pembangunan tersebut, sesuai PP 40/1996 berjangka waktu 25 tahun dapat diperpanjang 15 tahun.

 

HAK PENGELOLAAN (HPL)

Hak individu/ perorangan vide Pasal 4 UUPA mencakupi Hak Atas Tanah, Tanah Wakaf, dan Hak Jaminan atas Tanah. Hak atas tanah mencakupi Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai, dan Hak Sewa. Hak Jaminan atas Tanah mencakupi Hak Tanggungan dan Hak Gadai.

Hak Pengelolaan (HPL) tidak termasuk dalam rumpun Hak Atas Tanah, Tanah Wakaf atau Hak Jaminan Atas Tanah tersebut diatas.

Hak Penguasaan atau Hak Pengelolaan belum diatur secara tegas dalam UUPA, namun diatur dalam PP 40/1996 dan PP 24/1997. Hak Pengelolaan adalah wewenang negara yang diberikan kepada pihak swasta untuk kepentingan bangsa dan negara umumnya, untuk kepentingan pembangunan dan pemukiman khususnya.

Permendagri nomor 5 tahun 1973 memberi wewenang pemegang Hak Pengelolaan atas Tanah Negara sebagai berikut:

  • Merencanakan peruntukan Tanah Negara tersebut
  • Merencanakan penggunaan Tanah Negara Tersebut
  • Menggunakan Tanah Negara untuk keperluan pelaksanaan tugas pokok
  • Menyerahkan bagian-bagian atas tanah tersebut kepada pihak ketiga untuk dipakai, bukan untuk dimiliki (karena itu bukan Hak kepemilikan), dengan pemberian Hak Pakai berjangka 6 tahun dengan ketetapan (1) peruntukan tanah, (2) penggunaan tanah, (3) jangka waktu, (4) hak dan kewajiban keuangan. Di dalam Hak Pakai termaktub Hak Guna Air di atas dan di bawah tanah dan Hak Guna Ruang Angkasa di atas tanah.
  • Klausula peruntukan dan penggunaan dalam HPL seyogyanya disusun secara cermat, lengkap dan jelas, misalnya apakah pemegang hak pengelolaan boleh menjual tanah permukaan, atau menambang isi perut bumi tanah tersebut, menebang pohon, meratakan tanah, menimbun permukaan air, bercocok tanam, berternak, menyewakan, larangan peruntukan, dan kewajiban peruntukan penggunaan dan/atau jenis usaha tertentu. Klausula tersebut sebaiknya juga harus menjelaskan apakah bahwa pihak ketiga dapat atau tidak dapat memiliki HGB atau Hak Milik atas tanah.
  • Menerima uang pemasukan, uang ganti rugi, uang wajib tahunan. Hak Pengelolaan atas suatu bidang tanah tidak memberi hak untuk penggunaan sendiri oleh penerima Hak Pengelolaan. Untuk pemakaian sendiri, pengelola wajib memperoleh Hak Pakai lebih dahulu.

 

Juni2PERJANJIAN PEMEGANG HPL DENGAN PIHAK KETIGA

  • Pemegang Hak Pengelolaan bukan pemilik tanah yang dikelola, pada hakikatnya tidak dapat menjual dan memberikan sertifikat Hak Milik kepada pihak lain vide PP 40/1996. PP 40/1996 memperkenankan pemberian HGU, HGB dan Hak Pakai, tidak mengizinkan bentuk Hak Milik.
  • Terjadi penyimpangan hukum atas PP tersebut di atas. Pada Pasal 2 Permendagri 1/1977 juncto PP 40/1996 disebutkan bahwa pemegang Hak Pengelolaan berhak menentukan hak atas tanah yang diberikan kepada pihak ketiga antara lain dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai. Belum pernah dilakukan judicial review atas pelanggaran PP tersebut di atas oleh Permendagri. Namun dalam tata hukum, permendagri yang bertentangan dengan PP di atasnya batal demi hukum.
  • Akuntansi pemerintahan vide PP 71/2010 berderajat PP, sehingga harus berlandas atau merujuk pada hukum di atas PP.
  • Dasar akuntansi HPL adalah transaksi penyerahan penggunaan atas sebagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga berdasar dokumen Perjanjian Penggunaan Tanah sesuai Pasal 4 (2) Permen Agraria/Kepala BPN nomor 9/1999.                                                                                                                                                                Pemegang HPL dapat membuat Perjanjian Penggunaan Tanah dengan pihak ketiga dengan hak-hak atas tanah sebagai berikut:
  1. Hak-hak atas tanah yang bersifat tetap dan berlaku sepanjang UUPA tidak dicabut atau diganti UU lain, yaitu Hak Milik atas Tanah, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Tanah dan Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak Memungut Hasil Hutan.
  2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sementara dan berlaku sepanjang UUPA tidak dicabut atau diganti UU lain, yaitu Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah pertanian.
  3. Hak-hak atas tanah yang belum diatur UU, hak-hak yang direncanakan akan ditetapkan UU, yang sampai sekarang masih belum diatur.
  • Dasar akuntansi HPL untuk pihak ketiga (misalnya perusahaan) berdasar perjanjian tersebut; apakah dapat atau tidak dapat membuat suatu hak atas tanah tersebut, misalnya HGB, HGU, Hak Pakai atau hak atas tanah bersifat tetap yang lain.
    Akuntansi mengikuti kaidah substansi ekonomi mengungguli bentuk hukum (substance over form). Terdapat substansi setara kepemilikan dalam hak-hak yang diperoleh secara tetap, walau bukan berbentuk hak milik. Bila diasumsikan Perjanjian Penggunaan Tanah, HGU, Hak Pakai, HGB dapat diperpanjang secara otomatis dan biaya perpanjangan tidak material, maka penggunaan tanah, bangunan, dan tanaman kebun berhakikat setara dengan hak milik. Dengan asumsi tersebut, pemindahan hak tersebut pada pengusaha lain menggunakan harga pasar wajar setara transaksi jual beli tanah, bangunan, dan kebun (plantation).
  • Bukti akuntansi entitas penerima Perjanjian Penggunaan tanah dari pemilik HPL adalah Sertifikat Hak atas Tanah dari Kantor Pertanahan wilayah setempat, digunakan oleh pihak penerima untuk memperoleh IMB di atas tanah yang dikuasai pemegang HPL mewakili pemerintah. IMB adalah izin mendirikan bangunan, tidak secara eksplisit menyatakan bahwa pendiri bangunan adalah pemilik tanah.
  • Terdapat substansi hukum kepemilikan horizontal dan substansi ekonomi bangunan berbasis HGB di atas tanah HPL. Perusahaan penerima Perjanjian Penggunaan Tanah yang mendirikan bangunan di atas tanah HPL adalah pemilik bangunan, karena itu dapat mencatat biaya perolehan/pendirian bangunan tersebut dalam aset entitas LK, sesuai hukum pemisahan horizontal yang dianut hukum agraria NKRI cq UU 4/1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara 1996 nomor 42, Tambahan Lembaran Negara nomor 3632).                                                                                                                                                                                                                             UU tersebut tidak tunduk atau mengikuti Hukum Perdata NKRI cq Pasal 571 ayat (1) KUHPerdata yang menjelaskan bahwa ”Hak milik atas sebidang tanah mengandung didalamnya kemilikan atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah”.                                                                              Dalam akuntansi pembangunan gedung berdasar HGB, gedung diakui sebagai aset dengan harga perolehan/konstruksi dan disusutkan sepanjang umur ekonomis.

 

 

Jakarta, April 2015

Sumber, buku “Hukum Pertahanan Hak Atas Tanah (HPL)”

Dr. Irawan Soerodjo, S.H., M.Si.

Ringkasan Pribadi Jan Hoesada